MudamuTuamu
sudah banyak kerut di wajahmu
ubanmu terlewat banyak untuk disebut muda
dadamu kini kendur tak lagi kencang seperti dulu
kita tak lagi bisa selincah dulu bercinta
ketika kau menunggangiku seperti kuda betina
liar, gila
rambut hitammu berkibas setengah basah
harum keringat mengalir diantara dahi, leher, dan dadamu, indah
diatas dipan kamar kita yang masih baru
menggelinjang, menggeliat
berpacu, menggebu
melenguh, merintih, berbagi nikmat sangat
diakhir pagi buta itu
engkau mengejang, terpejam menyebut namaku
kita tertidur pulas setelahnya
utuh, bulat, tanpa busana
kini tulang kita terlalu renta untuk itu
bersamamu sore ini melihat cucu-cucu
berlarian, berteriak riuh ramai di taman
rumah kita yang nyaman
SAJAK ORANG TUA UNTUK ISTRINYA
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.
Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib kita
Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerna setiap orang mengalaminya.
Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samodra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
kerna tugas adalah tugas.
Bukannya demi sorga atau neraka.
Tetapi demi kehormatan seorang manusia.
Kerna sesungguhnyalah kita bukan debu
meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya.
Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita.
Kita tersenyum bukanlah kerna bersandiwara.
Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama,
nasib, dan kehidupan.
Lihatlah! Sembilan puluh tahun penuh warna
Kenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
kerna usia nampaknya lebih kuat dari kita
tetapi bukan kerna kita telah terkalahkan.
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kaukenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang seratus dewa.
WS. Rendra, Sajak-sajak sepatu tua, 1972
*puisi dari ws rendra ini banyak mengilhami manusia dalam memahami makna perjalanan hidup (khususnya saya). dalam puisi tersebut rendra menggunakan bahasa lugas, bahasa sehari-hari yang mungkin dapat diartikan secara sederhana jauh dari penggunaan kata-kata yang oleh kebanyakan penikmat puisi adalah kata romantis. gebrakan penulisan puisi rendra pada awalnya mendapat pertentangan dari kalangan lama mengenai cara pengungkapan makna, dan penggunaan kata, akan tetapi dengan karya-karyanya, dunia sastra Indonesia mencapai babak baru, babak yang lebih lugas, khususnya di ranah puisi sastra. dalam puisi yang bung Ifan sampaikan di atas, saya melihat pemikiran-pemikiran dari rendra, entah disadari atau tidak, telah banyak memberikan warna dalam penyusunannya. meskipun demikian saya melihat adanya sedikit pembiasan dalam pemilihan kata untuk menyalurkan aspirasi yang disampaikan oleh bung Ifan. menurut pendapat saya, penggunaan kata-kata lugas mungkin dirasa kurang cocok untuk menggambarkan suasana yang hiperbolik romantis khas puisi zaman dulu. alangkah lebih baiknya (menurut saya sekali lagi, dan sekedar masukan) apabila bung Ifan hendak menyampaikan suasana yang mencerminkan era hiperbolik romantis, bung Ifan dapat menggunakan kat-kata khas puisi era sebelum 60-an. mungkin masukan saya kurang bermakna, tapi jujur saya merasakan pemilihan kata yang kurang pas (menurut saya) dalam menyampaikan pesan dan makna dari puisi tersebut di atas. sebagai penikmat puisi saya merasakan sedikit keganjilan dalam pengungkapan makna yang tertuang melalui pemilihan kata-kata yang bung Ifan tuliskan. terima kasih atas kesempatan yang diberikan, harap dijadikan masukan, dan feed back dari bung Ifan sangat diharapkan.
LikeLike
Friday, November 15 , 2013 at 8:49 am
aku baru baca puisi Rendra yang itu. makasih masukannya.. 🙂
LikeLike
Friday, November 15 , 2013 at 9:54 am