Well-Informed Citizen
Beberapa waktu yang lalu saya mengikuti seminar bertema, independensi media di tengah pesta demokrasi pemilihan kepala daerah, di sebuah perguruan tinggi negeri di Semarang.
Banyak hal menarik dari presentasi yang disampaikan para panelis. Salah satunya yang masih terekam dengan baik oleh memori saya adalah kalimat, well-informed citizen. Penjelasan dari salah seorang panelis, jika masyarakat suatu negara mendapatkan informasi dengan baik, maka ekonomi di negara itu juga akan baik.
Ketika hal ini saya sampaikan pada seorang kawan sambil kongkow santai, ngopi, dan merokok di angkringan kemarin malam, dia langsung menyatakan sepakat dengan kalimat panelis di seminar itu. Dia langsung memberikan contoh sederhana betapa kalimat panelis itu memang masuk akal. Suatu hari teman saya itu melihat tayangan di televisi mengenai meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok. Dan Faisal Basri dalam tayangan di televisi itu mengatakan bahwa sebenarnya kita rakyat Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri tanpa perlu mengimpor dari negara lain. Hal ini memang sejak lama menjadi pertanyaan kita semua, mengapa negeri kita yang katanya subur, gemah ripah loh jinawi, hingga diibaratkan jika tongkat, kayu, dan batu diletakkan begitu saja bisa jadi tanaman, ternyata memunculkan kenyataan lain: belum dapat mencukupi kebutuhan pangan mandiri.
Tidak lama setelah teman saya tadi melihat tayangan tentang kenaikan harga kebutuhan pokok, dia mengganti saluran televisi dan mendapati tayangan lain tentang budidaya tanaman yang memanfaatkan pupuk buatan sendiri, kompos. Dijelaskan di situ bagaimana memanfaatkan daun-daun kering guguran dari pohon yang biasanya dibuang begitu saja, tapi diolah dengan metode sederhana yang hampir bisa dilakukan setiap anggota keluarga menjadi pupuk kompos untuk tanaman lain di sekitar rumah. Efisiensi, karena tidak perlu membeli pupuk lagi, sekaligus memunculkan kesadaran memelihara dan mengelola lingkungan yang sehat.
Sorenya, teman saya akses internet dan menemukan artikel tentang aktifitas pakar manajemen bisnis Rhenald Kasali yang telah lama membina suatu kelompok masyarakat untuk mengelola sampah organik yang dicampur dengan sampah dapur menjadi kompos. Rhenald kemudian menyatakan jika setiap orang mau melakukan kegiatan sederhana dan menyenangkan ini di rumahnya masing-masing, begitu pula para pedagang di pasar mau memanfaatkan sampah dapur atau sampah pasar untuk diolah dengan sampah daun untuk kemudian diolah menjadi kompos, maka dapat dibayangkan berapa rupiah penghematan untuk membeli pupuk kimia. Di samping itu, masyarakat dalam kelompok terkecil RT misalnya, dapat mengelola bersama kegiatan pembuatan pupuk organik ini untuk kemudian dikemas dan dijual.
Saya rasa kegiatan yang menyenangkan ini dapat semakin mempererat rasa persaudaraan antar tetangga, menjadi refreshing yang murah dan menyenangkan, menanamkan budaya cinta lingkungan pada anak-anak sejak dini melalui aktifitas nyata dan positif, sekaligus dapat dijadikan unit bisnis yang dikelola bersama sebagai tambahan kas RT atau dibagikan lagi pada ibu-ibu untuk tambahan dapur ngebul.
Perubahan besar tentu dimulai dari sesuatu yang kecil, sederhana, bahkan tampaknya remeh. Karena memang begitulah perubahan, tidak ada yang mendadak besar, tapi perlahan semakin maju. Dimulai dari aktifitas sederhana di lingkungan RT, siapa tahu semangat hidup sehat dan entrepreneurial-nya membudaya pada anak-anak untuk kemudian menciptakan pengusaha-pengusaha muda lima atau sepuluh tahun mendatang.
Setelah selesai bercerita tentang dua tayangan televisi dan sebuah artikel di internet tadi, teman saya melanjutkan analisisnya tentang well-informed citizen yang saya sampaikan padanya. “Tiga informasi yang aku dapetin dalam sehari itu semuanya nyambung banget. Kalo masyarakat kita dapetin informasi bermanfaat seperti itu tiap hari dan kontinyu, bukan nggak mungkin pendapat –jika masyarakat suatu negara mendapatkan informasi dengan baik, maka ekonomi di negara itu juga akan baik pula- oleh panelis di seminar itu adalah hal yang sangat masuk akal!”
Saya kemudian bilang pada teman saya, pada era yang semakin sarat teknologi ini sebenarnya telah memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi dengan cepat dan tepat. Tepat artinya sesuai dengan kebutuhan yang mereka inginkan saat ini, sebab mereka bisa memilih informasi apa saja yang dibutuhkan sesuai dengan prioritas, bahkan menyingkirkan informasi yang sifatnya spam atau mengganggu.
Ditambah lagi dengan spirit citizen journalism yang sedang tumbuh cepat dan meluas di tengah masyarakat, potensi terwujudnya well informed citizen semakin hari akan semakin baik. Apalagi realisasi pemasangan jaringan internet di desa dan sekolah-sekolah semakin bertambah setiap harinya.
Semangat citizen journalism telah menjadi bagian keseharian kita melalui aktifitas blogging, berbagi artikel melalui mailing list (milis), berbagi foto melalui flicker, dan sebagainya. Inti dari citizen journalism adalah berbagi informasi dan wacana melalui media sehingga sebuah informasi dapat diakses oleh pihak lain yang membutuhkan atau belum memperolehnya. Harapan dan semangat ini semoga terus tumbuh dalam masyarakat kita menjadi budaya berbagi informasi yang terus meningkat kualitasnya. Melalui semangat citizen journalism, perlahan kita dapat mewujudkan well-informed citizen.
Jika kita mau, maka kalimat,
“jika masyarakat suatu negara mendapatkan informasi dengan baik, maka ekonomi di negara itu juga akan baik”
pasti bisa terealisasi.
Cepat atau lambat, kita yang menentukan!
Salam kebangkitan Indonesia..!
*bangkit itu.. berbagi minimal satu artikel kepada dua orang teman setiap harinya. 🙂
Buat kita yang tinggal di perkotaan dan terjangkau fasilitas penyampai informasi sih mungkin mudah, Fan. Tapi gimana dengan mereka yang tinggal di daerah terisolir yang masih lebih harus memikirkan kebutuhan perut daripada kebutuhan informasi?? Masih banyak loh rakyat indonesia yang kayak gitu.
LikeLike
Wednesday, June 11 , 2008 at 11:38 am
Dear Emyou,
Kalau masyarakat Indonesia mau lebih menggali informasi, mungkin bisa memutuskan mata rantai “hidup susah”. Masyarakat kalau merasa isi perutnya kurang tapi cara mengisi perutnya tidak berubah ya tetep saja selalu kurang. Dengan menggali informasi mungkin ditemukan cara baru mengisi perut, mungkin kesalahan cara mengisi perut dari para pendahulu bisa diperbaiki.
Saya juga dari keluarga cukup pas-pasan ekonominya. Makan daging belum tentu seminggu sekali, tapi buat buku, koran, dll ya selalu diusahakan.
LikeLike
Friday, July 18 , 2008 at 5:08 pm
dulu saya waktu SD seneng banget baca. keluarga ku langganan koran juga. tapi itu ga berlangsung lama, kita stop langganan, kata bapak,”kowe mengko ketungkul moco2 koran malah ra sinau…”. Lha, coba waktu itu seminar itu sudah ada dan bapakku ikut seminar itu ya … :p
(p.s. sampe sekarang kita ga langganan koran lho… not well informed citizen dong..hehehehe..)
LikeLike
Monday, July 21 , 2008 at 4:22 pm
Various of guys talk about this subject but you said really true words!!
LikeLike
Saturday, December 12 , 2009 at 8:46 am