Betulkah LCGC: Mobil Murah Ramah Lingkungan?
2011, Jakarta menghadapi tantangan pertumbuhan kendaraan 300% per tahun yang berbanding pertumbuhan ruas jalan 0.3% setahun.
Kuarter tiga tahun 2012 jakarta punya Jokowi & Ahok. Kuarter tiga tahun 2013 pemerintah melalui departemen perindustrian mengeluarkan Low Cost Green Car, mobil murah berbahan bakar ‘wajib’ pertamax.
Memang, mobil itu ditujukan untuk kepentingan nasional, bukan hanya untuk Jakarta. Tapi itu berlawanan dengan rencana pembangunan transportasi massal MRT dan perluasan cakupan bus Transjakarta.
Bagi kota selain Jakarta, masyarakat akan tertarik membeli mobil baru murah, namun tanpa kesiapan infrastruktur dan armada transportasi publik yang memadai, kemacetan di Jakarta akan segera terjadi di kota-kota lain.
Pemerintah bisa beralasan, LCGC akan mendorong investasi 3.5 miliar Dollar, mendorong industri komponen baru, membuka 30,000 lapangan pekerjaan baru. Tapi itu kemudian berlawanan dengan kebijakan pemerintah yang lain yaitu kebijakan jangka panjang menurunkan nilai impor bahan baku dan migas.
Ketergantungan terhadap impor bahan baku dan migas menyebabkan Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan. Ditambah lagi oleh faktor terlambatnya kenaikan: harga bahan bakar minyak dan suku bunga acuan Bank Indonesia. Ketiga faktor tersebut mendorong melemahnya Rupiah terhadap USD hingga sempat ke level 11,900.
Perlu kita catat bahwa selama rentang waktu Januari-Juli 2013 nilai ekspor sebesar USD 106.18 M, sedangkan nilai impor sebesar USD 111.83 M. Praktis neraca perdagangan defisit USD -5.65 miliar. Dari Badan Pusat Statistik, dinyatakan kumulatif impor migas Januari-Juli 2013, mencapai USD 26.25 miliar. Itu artinya nilai impor migas berkontribusi 23.47% dari total nilai impor semua sektor. Kebutuhan USD Pertamina untuk bayar impor minyak sepanjang 2013 mencapai $ 37 M, atau sekitar 30% dari total kebutuhan USD untuk impor.
Kebijakan meluncurkan LCGC tidak tepat. Selain persoalan kemacetan, meningkatnya jumlah kepemilikan kendaraan baru akan semakin mendorong tingkat konsumsi bahan bakar minyak yang berujung pada tingginya nilai impor migas.
Terhadap paparan di atas, tampak bahwa pemerintah tidak fokus pada kepentingan nasional yang lebih besar. Kebijakan kementrian seperti berjalan masing-masing dan tidak terkoordinasi.
Kebijakan Low Cost Green Car untuk Indonesia adalah kebijakan yang hanya tepat diimplementasikan ketika infrastruktur dan armada transportasi publik sudah ideal sehingga kendaraan umum menjadi pilihan utama dan kendaraan pribadi menjadi pilihan terakhir.
@ifanidea
http://refanidea.com
Leave a Reply