Movie Review

Tjokroaminoto – Sebuah Film Bagus oleh Garin Nugroho

Kawan-kawan, mungkin Fast and Furious, Avengers, sedang diburu untuk ditonton. Tapi kalau sempet cobalah nonton Tjokroaminoto yang dibikin Garin Nugroho.

Bercerita tentang bagaimana Tjokroaminoto memperjuangkan pribumi terutama petani, buruh, untuk punya hak yang sama dengan priyayi bahkan penjajah. Ia mendorong kesadaran bangsa ini untuk berani membela, mempertahankan kekayaan sumber daya manusia dan alam agar tidak selamanya diperas oleh penjajah.
Tjokroaminoto seorang orator ulung, sosialis, egaliter, pemberontak sejak muda, sekaligus religius. Tjokroaminoto telah menginspirasi Koesno muda yang menyewa lantai dua rumahnya untuk kost selama ia sekolah di HBS Surabaya. Kelak Koesno menjadi Presiden pertama Indonesia.
Kalau anda orang Surabaya, pernah tinggal di Surabaya, atau minimal tahu jalan Pandegiling dan jalan Paneleh, anda harus nonton film ini. Sama wajibnya jika anda pernah sekolah di Muhammadiyah, orang Jogja, pernah tinggal di Jogja, pernah sholat di Masjid Gede Kauman, atau minimal pernah lewat atau tahu Kauman Jogja, anda harus nonton film Sang Pencerah yang dibikin oleh Hanung Bramantyo bercerita tentang sosok ‘pemberontak’ religius bernama Ahmad Dahlan.
Tentu, film tak pernah dapat secara lengkap mendeskripsikan atau menuturkan sejarah yang panjang. Setidaknya film memudahkan visualisasi bagi yang belum punya banyak waktu membaca dan mencurahkan waktu untuk mengapresiasi nilai sejarah.
Film Tjokroaminoto ini juga menyampaikan kisah bahwa ternyata Semaun dan Muso pentolan PKI itu dulu adalah bagian dari kader Sarekat Islam. Ingat nama Kartosuwiryo tokoh Darul Islam di Garut yang bermaksud mendirikan negara Islam? Ya, dia juga pernah menjadi bagian dari Sarekat Islam. Abdul Muis..? ya.. dia adalah tokoh inisiator berdirinya Balai Pustaka dan ITB dan pernah bergabung di Sarekat Islam.
Betapa banyak pelajaran sejarah yang kemudian bisa kita ingat-ingat, ulas, dan dibahas kembali setelah nonton film Tjokroaminoto. Sarekat Islam, salah satu organisasi terbesar yang pernah ada di tanah ini. Melahirkan orang-orang hebat, intelektual, teknokrat, jurnalis, sosialis, politikus, yang nama-namanya kini menjadi nama jalan utama di kota-kota besar.
Percayalah Indonesia punya pahlawan sungguhan yang memang tidak sefiksi Avengers atau sejago ngebut seperti Brian O’Connor. Selamat berakhir pekan, selamat nonton.. 🙂

Film Satu Aktor, Satu Latar

Tadi sore saya nonton film Buried. Film yang dimainkan oleh Ryan Reynolds ini berdurasi kurang lebih 1,5 jam. Poster filmnya menarik perhatian meski cuma saya lihat dari ponsel. Gambar seseorang di dalam peti. Deskripsi Buried di website 21cineplex.com membuat saya ingin segera ke bioskop.

Terkubur hanya dengan satu ponsel dan korek api, komunikasi dengan dunia luar yang terbatas. Sinyal buruk, baterai menipis, dan pasokan oksigen berkurang menjadi musuh terburuk dalam terbatasnya waktu – panik, putus asa dan frustrasi, Paul hanya memiliki waktu 90 menit untuk menyelamatkan diri sebelum mimpi buruknya menjadi kenyataan.

Properti di film Buried sangat minim. Kurang lebih yang saya ingat adalah korek Zippo, pulpen, ponsel, tempat minum [alkohol] kecil, dan tentu saja peti.

Ketegangan tercipta sepanjang 1,5 jam selama film berlangsung. 90 menit di film hampir sama dengan waktu di jam tangan saya. Jadi perbandingan 1 menit film hampir sama dengan 1 menit di dunia nyata. (more…)


When You Pray, Move Your Feet

..are you ready to change the way you live?..”

..the climate crisis can be solved..”

..vote for leaders who pledge to solve this crisis..”

.. join international efforts to stop global warming..”

“..if you believe in prayer, pray that people will find the strengh to change..”

“..in the words at the old african proverb, ‘when you pray, move your feet‘..'”

– An Inconvenient Truth [movie] –

Global Warming Sebagai Trend

Dua kata, “Pemanasan Global”, kini begitu sering kita dengar. Entah siapa persisnya yang memulai, tapi sekarang anak-anak muda di berbagai belahan dunia bersama-sama menyuarakan isu ini melalui berbagai media. Media massa baik cetak, elektronik, dan internet, turut mendukung kampanye “Stop Global Warming” lewat cara dan gayanya masing-masing. Global Warming tidak hanya sebuah isu, melainkan mampu menjadi tren di kalangan anak muda. Siapa yang tidak aware pada global warming dianggap tidak mengikuti tren.

Film “An Inconvenient Truth” mungkin memang memberi pengaruh besar dan signifikan pada penontonnya. Film dokumenter ini menggugah [lagi] dan menyadarkan [kembali] manusia akan pentingnya bersikap bijak dan peduli pada alam-semesta. Saya katakan “menggugah – lagi” dan “menyadarkan – kembali”, karena manusia sebenarnya memiliki pemahaman alamiah mengenai hukum kausalitas alam –tapi memilih untuk tidak peduli lagi.

(more…)