karena sebelumnya kita adalah warga yang santun, rukun, dan beretika
sebelumnya, kita tak pernah begitu tajam dengan kata-kata apalagi soal agama. sekarang politik menggunakan agama sebagai senjata.
politik selalu minta dibela dengan sukarela. kemudian menghasilkan kemenangan dan uang di sisi lain. kesukarelaan kita, kadang terlupa begitu saja oleh mereka.
sayang sekali harus ada yang mengomentari ayat suatu kitab di luar kapasitasnya. sayang sekali harus ada kemarahan yang massif.
organisasi massa, tokoh agama, tokoh politik, menggunakan momentum ini, saling berlomba mencari simpati. berlomba menempatkan diri di satu kubu dengan harapan bisa ikut menikmati kekuasaan atau oposisi.
atas semua perdebatan dan perbedaan pendapat, kita tahu kemenangan dalam politik adalah kemenangan demokrasi bagi pemilik suara, bagi kontestan yang menang, atau kekalahan idealisme bagi yang cukup idealis, tapi ia lebih soal kekalahan finansial bagi penyandang dana.
di ujung semua pesta politik dan pesta pemilihan, kita hanya ingin kondisi yang aman, desa & kota yang tertata rapi, dan adanya keadilan bagi semua pihak dalam konsep yang sederhana.
tapi kita harus ingat, politik selalu mengandung unsur sementara: tidak ada kawan abadi, yang ada hanya kepentingan sejati. dengan itu, tak perlu perdebatan yang terlalu sengit soal politik atau agama. karena sebelumnya kita adalah warga yang santun, rukun, dan beretika.
@ifanidea
Seto dan gudang haram MUI
Selasa malam 12 Agustus 2008 saya menonton TV dan mendapatkan berita tentang Seto dari Komnas Perlindungan Anak yang mendesak MUI untuk mengeluarkan fatwa haram untuk rokok. Seto dalam tayangan berita itu mengatakan bahwa rokok mempunyai pengaruh negatif bagi perkembangan dan pertumbuhan anak-anak. Iklan-iklan rokok, katanya, mempengaruhi sisi emosi masyarakat untuk merokok.
Seto berpendapat bahwa fatwa MUI lebih efektif dibandingkan undang-undang dan peraturan pemerintah. Karena fatwa bisa lebih menyentuh secara emosi, sekaligus menangkal pengaruh iklan rokok yang sifatnya juga mempengaruhi secara emosi.
Ada beberapa hal yang kiranya patut kita sayangkan dari langkah Seto ini. Saya akan kupas satu-persatu.
Orang Tua yang merokok dan anak-anaknya
Saya, ayah saya, om, kakak ipar, ayah kakak ipar saya, teman-teman saya yang sudah punya anak, mereka merokok. Tapi kami mengerti bahaya rokok bagi anak-anak, istri, dan keponakannya. Untuk itu kami berusaha menjauh bila ingin merokok dan ada anak-anak sekitar kami. Kami mengerti itu. Dulu Ayah saya berulang kali berpesan ketika beliau tahu bahwa saya merokok, “jangan merokok di bis kota, di ruangan AC, di dekat ibu hamil dan di dekat anak-anak. Kalau bisa menjauh. Kalau tidak bisa, tunda merokoknya.”
Orang-orang Muda Tentang Ahmadiyah
Sejak dulu Ahmadiyah hidup tenang dan tidak terusik kehidupan beragamanya. Lalu kenapa sekarang mereka terusik? Apakah Ahmadiyah berbeda antara dulu dan sekarang? Saya kira tidak. Kalau sama, lantas apa yang membuat mereka menjadi begitu terancam eksistensinya oleh orang-orang muda Islam yang teramat bersemangat? Kita patut bertanya, Ahmadiyah yang berubah atau sikap hidup dan level kemanusiaan orang-orang muda Islam yang mengalami degradasi? Tidak mengertikah mereka tentang nilai-nilai humanisme universal?
Saya pikir orang-orang muda yang merusak tempat ibadah, membakar rumah-rumah pengikut Ahmadiyah, dan main pukul itu sama sekali tidak mencerminkan Islam mainstream! Mereka itu hanya berbeda tipis dengan teroris. Mereka menebar teror pada saudara-saudaraku Ahmadiyah. Bedanya, mereka tidak pakai bahan eksplosif sejenis mercon besar, C4 atau TNT.
Opini Terakhir